Tulisan ini berangkat dari pengalaman pribadi penulis saat akan proses menuntaskan program Fellowship dari MOFA untuk tahun pelaksanaan 2020. Dan tulisan ini dibuat sehari setelah penulis keluar dari hotel Karantina. Yaa… 14 hari dirumahkan untuk menjalani isolasi mandiri, karena pendatang baru di Taiwan. Memang ada kebijakan khusus kah untuk pendatang lama? Benar, ada kelonggaran sedikit bagi pendatang lama (mahasiswa Taiwan (bukan maba Taiwan), PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang sebelumnya sudah tinggal di Taiwan) yakni kebebasan memilih tempat karantina mandirinya, dengan S & K berlaku. Sementara untuk Newcomers (pendatang baru, baik pelajar maupun PMI) maka harus dikarantinakan di hotel maupun penginapan yang sudah mengantongi ijin dari pemerintah untuk menjadi tempat karantina selama 14 hari dengan beberapa aturan yang harus diberlakukan.
Penerbangan ke Taiwan menjadi sangat mahal dan keberangkatan hanya dari Jakarta dengan oneway saja, sehingga bisa dibayangkan effort yang harus dilakukan untuk keberangkatan tersebut. Dimulai dari proses persyaratan masuk Taiwan dengan beberapa berkas yang harus dilengkapi juga ditambah aturan dari maskapai penerbangan yang akan membawa penumpang masuk ke Taiwan sudah sangat ketat. Selain visa yang sudah teramat ribet prosesnya (madical checkup hingga legislasinya), maka surat keterangan bebas covid yang dikeluarkan tertanggal minimal 3 hari sebelum penerbangan, lalu beberapa aturan bagasi tentang apa saja yang boleh dibawa dan tidak boleh dibawa saat memasuki Taiwan. Satu hal yang harus dipastikan bagi pendatang baru seperti penulis adalah surat keterangan jelas dari pihak hotel karantina tentang buti reservasi penumpang tertanggal pas keberangkatan.
Karena tidak well-information dengan Batasan tanggal tersebut, penulis terpaksa menunda sehari keberangkatan karena diketahui tanggal hasil swab tidak bisa digunakan artinya melebihi dari 3 hari dari ketentuan maskapai dan persyaratan untuk entry ke Taiwan. Sehingga di hari itu juga penulis melakukan swab ulang supaya bisa berangkat di tanggal 14 Oktober 2020 dengan hasil swab keluar di tanggal 13 Oktober 2020. Hal remeh tapi perlu diperhatikan lainnya adalah meminta kepada pihak lab untuk menerbitkan hasil lab dalam bentuk Bahasa Inggris, karena yang harus dibawa adalah yang berbahasa Inggris untuk dicek di imigrasi khususnya saat turun di Taiwan.
Ketika semua persyaratan sudah penulis kantongi dan memperhatikan aturan untuk ijin masuk Taiwan dipenuhi, maka saat pemesanan tiket sebisa mungkin lewat agen saja (tidak direkom untuk beli mandiri). Mengapa? hal tersebut berkenaan dengan info-info terbaru kebijakan pemerintah Taiwan dalam proses keluar masuk warga asing. Jadi kalua lewat agen, maka aka nada info terkait secreening persyaratan visa, surat keterangan swab dan surat keterangan booking hotel karantina. Sehingga kita sudah bisa persiapan sebelumnya, dan saat check in, kita ndak perlu khawatir lagi kena prank. Pengalaman penulis saat memesan di agen, dan diketahui kalua tanggal surat swab kadaluarsa sebelum pembayaran pemesanan tiket, sehingga Alhamdulillah masih belum dibookingkan. Jadi, meminimalisir risiko kalua memesan via agen resmi pemesanan tiket ke Taiwan.
Adapun laman web yang bisa dicek untuk membantu persiapan barang bawaan apa saja yang tidak diperbolehkan dibawa ke Taiwan sebagai berikut : https://etaipei.customs.gov.tw/cp.aspx?n=07E6C230459CD820. Berdasarkan info tersebut, jadi perjalanan kemaren penulis lebih banyak membawa bahan makanan yang bebas berbahan daging, diantaranya mie instan, milo, energen, biskuit roma, roti yang agak tahan lama dan sebagainya.
Saat check in, selain persyaratan berkas yang harus ditunjukkan maka penulis (sebagai calon penumpang) diminta melakukan registrasi ke laman https://hdhq.mohw.gov.tw/ dengan mengisi biodata menggunakan nomor passpor dan isian tempat karantina sekaligus kontak keluarga di Taiwan untuk apply ijin masuk ke Taiwan. Hal ini penulis piker menjadi tahapan awal bagaimana pemerintah Taiwan melakukan pendataan keta tatas setiap warga negara asing yang mau masuk ke negaranya. Sehingga hal tersebut akan disesuaikan dengan data kedatangan di bandara Taoyuan beserta deteksi persebaran lokasi karantina yang dituju olah masing-masing pendatang di setiap gelombang kedatangan.
Kebetulan kemaren maskapai penerbangan yang penulis pilih untuk menuju Taiwan adalah Eva-air, yang alhamdulillah sekali di tanggal keberangkatan saya bisa satu tiket dari Surabaya-Jakarta-Taoyuan. Sehingga minimimalisir biaya. Padahal sehari sebelumnya hanya tersedia rute Jakarta-Taoyuan, Taiwan. Betapa manis Ketetapan Allah SWT atas ikhtiar dan doa Hamba-Nya.
Selama perjalanan kurang lebih 5 jam, mulai tidur, baca-baca artikel, nonton film dari layar, dengerin murrotal dan beberapa polah lainnya. Disediakan makanan juga dalam pesawat, karena sudah kelaparan sejak berangkat, jadi melahap makanan yg sebenarnya rasanya agak nano-nano. Artinya, jangan khawatir kelaparan,karena ada jatah makan di pesawat.
Sesampainya di bandara Taoyuan Taiwan, ada pemandangan yang aneh, banyak petugas menyambut di pintu masuk bandara setelah keluar dari pesawat. Mereka membagi dalam dua kategori yakni PMI dan pelajar. Bagi Pelajar maka diarahkan ke Board antrian untuk pengecekan administrasi, lalu ke board pembelian kartu perdana Taiwan untuk dilanjutkan melakukan isian administrasi ulang di laman https://hdhq.mohw.gov.tw/ dengan nomor Hp baru dan diminta mengisi nomor kontak keluarga, teman untuk penjamin keberadaan kami. Karena penulis bukan di antara PMI dan pelajar, namun peneliti maka penulis diarahkan ke board yang sama dengan pelajar, hanya nanti di pintu keluar imigrasi tidak ada yang menjemput. Jadi otomatis harus langsung mencari kendaraan untuk menuju ke lokasi quaranteen centre atau hotel karantina dengan taxi yang fix argo, harga subsidi pelajar, dari Taoyuan ke Taichung, tepatnya di Hokong Hotel sejumlah 1080Ntd.
Sesampai di Hotel karantina, pendataan via passport lalu diberi kunci kamar dan ditunjukkan beberapa aturan selama karantina. Karena kebetlan tempat karantina yang penulis tempati tidak bisa berbahasa inggris maka dari pihak hotel telah menyediakan selembar kertas aturan tersebut. Diantaranya ; sirkulasi pengumpulan dan pengambilan sampah kamar oleh petugas hotel, jadwal diantarkan jatah makan pagi,siang dan malam, lalu keharusan cek suhu tubuh dengan diberi selembar kertas cek suhu tubuh setiap harinya baik pagi dan malam, lalu password wifi hotel dan nomor resepsionis hotel yang bisa dihubungi jika membutuhkan sesuatu.
Selama 14 hari terisolasi dalam kamar, hal penting yang harus dilakukan adalah aktifitas olahraga, omunikasi dengan teman2 via daring dan mencari hiburan baik di televisi maupun youtube untuk menjaga kewarasan dalam ruang isolasi tersebut. Walau makan terjamin 3 kali sehari, tetapi penulis masih mengalami shock culture dengan citarasa makanan, jd hamper satu porsi itu tidak bisa menghabiskan. Tapi mungkin akan berbeda dengan karantiner yang lain.
Jadwal Wajib rutin lainnya adalah melakukan pelaporan ke pusat penanganan covid Taiwan dengan melakukan reply baik via sms maupun line pada sekitar jam 09.00 – 10.00 pagi. Bagaimana kalua tidak menjawab SMS atau Line tersebut, maka akan dikirimi ulang pertanyaan kondisi Kesehatan karantiner, hingga ditelp ke nomor Taiwan yang sudah diregisteringkan saat di Bandara. Dan hal uniknya lagi, setiap jam 03.00 dinihari, akan dicek oleh polisi kondisi nomor Taiwan kita, masih On (aktif) atau tidak. Pengalaman penulis, saat tidur hp penulis matikan, maka pagi saat petugas hotel memberikan jatah sarapan ke kamar memberitahukan bahwa ada laporan dari polisi tentang nomor saya yang tidak aktif, mereka sangka saya melarikan diri atau bisa jadi meninggal. Sangat detailnya proses pemanatuan waga asing yang ada di Taiwan, khususnya yang masih dalam masa karantina.
Adapun contoh isian suhu tubuh dan sms pengecekan kondisi Kesehatan warga asing di Taiwan sebagai beikut “
1. Form isian suhu tubuh setiap dua kali sehari
Gambar 1. form lapor suhu tubuh dari tempat karantina penulis.
2. Screenshot SMS dari pusat penanganan covid Taiwan untuk pengecekan kondisi kesehatan warga asing pendatang.
Gambar 2. Contoh sms pengecekan kondisi kesehatan Warga Asing selama masa Karantina
Dari alur pengalaman dan proses hilirisasi pengendalian penyebaran dan migrasi virus covid dari warga pendatang ke Taiwan penulis rasa sangat layak dijadikan prototype untuk penanganan covid di negara-negara lain, khususnya di Indonesia. Peraturan yang dibuat sangat tersistem dan sudah terintegrasi dengan beberapa elemen pemerintahan maupun swasta dan warga dalam mematuhi aturan pemerintah.
Artinya ada upaya serius pemerintah dalam melakukan penanganan virus covid yang belum berakhir ini dengan mensinergikan baik dalam hal perhubungan internasional (Maskapai, Bandara) dan regional (taxi). Dilanjutkan dengan sector pariwisata, dalam hal ini perhotelan amupun penginapan yang dialifungsikan sebagai Pusat karantina dengan beberapa persyaratan diantaranya di depan identitas hotel maupun penginapan tersebut tertulis sebagai hotel karantina di bawah ijin pemerintah. Selain itu hotel harus menyediakan thermometer di setiap kamar termasuk form isisan suhu tubuh baik pagi dan malam, kesiap siagaan dalam pemenuhan gizi karantiner dengan menumakanan yang sehat dan kaya gizi. Tidak kalah pentingnya adalah akses internet untuk memastikan karantiner bisa on terus selama 14 hari masa karantina.
Dengan aturan yang seketat tersebut, tidak salah jika mereka (pihak hotel) memasang harga berkali lipat per-malam dari biasanya. Harga paling rendah per malam sekitar 1500-4000 Ntd atau setara dengan 750ribu hingga 2juta dan harus dibayar di awal pas masuk hotel karantina selama 14 hari, jadi tinggal dikali 14 hari, maka rerata segitu rupiah yang harus disiapkan untuk bernagkat ke Taiwan. Ada info kan ada subsidi dari pemerintah untuk pelajar, tapi penulis belum dapat info, sehingga belum bisa memberi kejelasan infonya.
Lalu, apakah pemerintah kita bisa sedetail itu kah dalam menerapkan aturan, khususnya penangnan covid-19? Berkaca dari pengalaman himbauan #WorkAtHome maupun #StudyFromHome dan maraknya PSBB Kawasan, ternayat dinas perhubungan membuka jalur perhubungan antar propinsi, sehingga warga jadi bingung dengan kebijakan yang plinplan. Hingga saat ini angka terkonfirmasi virus covid semakin naik trennya, sedangkan masyarakat semakin abai. Pemerintah masih belum jelas keberpihakan prioritas kebijakannya apakah Kesehatan atau ekonomi. Tapi nyatanya Pilkada serendak di-acc, jadi yang dilindungi siapa rakyat atau kepentingan koleganya? Tulisan receh ini bagian dari upaya memberi gambaran jelas pada negara yang serius menanganai covid dan terbukti tidak sampai satu tahun Taiwan berhasil melakukan penanganan virus covid dengan sukses. Kuncinya adalah serius dan holistik (menyeluruh) dan kunci kendali ada di pemerintah. Semoga bermanfaat, Wallahu A’lam.
Komentar
Posting Komentar