Tawaran Solusi Sistem ekonomi Islam terhadap Perekonomian Indonesia yang berwajah Ekonomi Kerakyatan
Tawaran Solusi Sistem ekonomi Islam terhadap
Perekonomian Indonesia yang berwajah Ekonomi Kerakyatan
Arin Setiyowati[1]
Latar Belakang Masalah
Data
BPS (Maret, 2019) menunjukkan bahwa tahun 2019 penduduk miskin di
Indonesia mencapai 25,14 juta orang (9.41%). Pengukuran
kemiskinan yang dilakukan oleh BPS tersebut
menggunakan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach). Penurunan jumlah penduduk miskin dari 2018-2019 menunjukkan bahwa
secara absolut tingkat kemiskinan di Indonesia masih sangat besar dan upaya
mengatasinya berjalan lambat. Maka diharapkan pemerintah memperkuat ekonomi
rakyat secara adil, melalui pendekatan kebijakan yang tidak memihak kepada
rakyat harus diubah menjadi kebijakan yang pro-rakyat, atau setidaknya yang
perlu dikembangkan adalah kebijakan yang not
against atau netral terhadap ekonomi rakyat agar terciptanya keadilan
distribusi.
Beberapa kebijakan yang
dicanangkan oleh pemerintah dalam rangka menciptakan keadilan distribusi
misalnya program Inpres Desa tertinggal (IDT), Kredit Usaha Tani (KUT), Jaring
Pengaman sosial (JPS), Beras untuk warga miskin (Raskin), dan Bantuan langsung
Tunai (BLT) yang akhir-akhir ini marak dilakukan. Namun, apakah menampakkan
hasilnya? Realitanya menjawab tidak berjalan baik karena disinyalir rawan
penyimpangan atau ketidakmatangan dalam tatanan aplikasi. Dari sini dapat
dilihat ada ketidakseriusan pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan
melalui distribusi kekaayaan.
Sebaliknya Ekonomi
Islam yang sedang berkembang di Indonesia, khususnya sector lembaga keuangan syariah terbukti memberikan solusi stabilisasi
ekonomi, pada masa krisis tahun 1998. Yakni melalui keunggulan usaha bank
syariah ekonomi Islam memiliki data tawar dalam memberdayakan sector riil. Berbeda
dengan sistem ekonomi kapitalis yang merangsang orang untuk untuk rakus.
Selain
itu, masih banyak tawaran solusi atas persoalan ekonomi Indonesia melalui
produk-produk ekonomi Islam, baik yang lahir dari proses negasi (negation), modifikasi maupun konsep asli
sebagai value added pada sistem perekonomian di Indonesia. Khususnya
dalam hal meminimalisir kesenjangan
ekonomi dan menciptakan keadilan distribusi kekayaan sangat signifikan,
sehingga sangat perlu dielaborasikan dan
diinternalisasikan secara kaffah sehingga
mampu berjalan berdampingan dengan sistem ekonomi yang
sudah dianuttepat memetakan strategi dan arah kebijakan untuk implementasi ekonomi
Islam dalam ekonomi Indonesia yang berwajah ekonomi kerakyatan.
Melalui tulisan ini,
penulis bermaksud memaparkan Relevansi
Ekonomi Islam jika diterapkan dalam ekonomi Indonesia yang berwajah ekonomi
kerakyatan. Dan memberikan tawaran solusi dari ekonomi Islam terhadap
permasalahan ekonomi Indonesia.
Persinggungan dan Peran Ekonomi Islam dengan Ekonomi Kerakyatan
Berdasar nilai-nilai
ke-Tuhanan yang terdapat dalam konsep Ekonomi Islam yang pro-rakyat kecil
melalui pemerataan distribusi kekayaan yang dilengkapi dengan moral, sangat
tepat jika diletakkan dalam wadah Indonesia. Yang mana kondisi
sosio-kulturalnya berprinsip gotong-royong, kekeluargaan dan terlebih domain
mayoritas kaum Muslim.
Maka seperti apakah
peran ekonomi Islam dalam perekonomian Indonesia :
a. Peran
Ekonomi Islam dalam ekonomi Indonesia khususnya ekonomi rakyat pada dasarnya
memiliki posisi tawar yang cukup penting, terutama ketika melihat bahwa
mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim (88,8%). (Soeharto Prawirokusumo,
2001, dalam Noor, 2013, hal 230)
b. Peran
Ekonomi Islam dalam menciptakan keadilan ekonomi dapat diharapkan dari
instrumen distribusi seperti zakat, wakaf, waris, infak dan sedekah yang
memiliki potensi cukup besar di Indonesia.
Keberpihakan ekonomi Islam terhadap ekonomi rakyat
di atas dapat dilakukan dengan memberdayakan ekonomi rakyat, melalui instrumen
distribusi harta dalam mendukung
ekonomi rakyat.
Tawaran Solusi Ekonomi Islam
Kebijakan
distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam menjunjung tinggi nilai keadilan,
sehingga pada konsep distribusi landasan penting yang dijadikan pegangan yakni
agar kekayaan tidak terkumpul hanya pada satu kelompok saja, sebagaimana
termaktub dalam QS. Al-Hasyr (59) : 7. “Supaya harta itu jangan hanya beredar
di antara golongan kaya diantara kamu.”
Ayat tersebut menjadi salah satu landasan konsep
Distribusi dalam ekonomi Islam melalui
instrumen zakai, waris, wakaf, infak dan Sedekah, serta akad-akad muamalah khususnya kemitraan dengan mekamisme Profit and Loss
Sharing (PLS) yang sarat dengan keadilan. Diperuntukan bagi seluruh pihak dan
menjunjung tinggi kerjasama menjadi modal dalam pengambangan sektor informal/
ekonomi rakyat supaya mandiri dan
berdaya.
Berikut
diagram Instrumen distribusi dalam ekonomi Islam :

Keterangan :
![]()
----- > :
Sunnah
Wk : Wakaf
I : Infak
S : Sedekah
A : Akad-akad transaksi dalam
ekonomi Islam
|
Dari diagram di atas menunjukkan kerangka operasional
atas instrument-instrumen distribusi harta dalam ekonomi Islam. Yang mana mampu
memenuhi ruang-ruang komunitas mulai terkecil hingga terbesar dalam ruang
lingkup bernegara berbasis kebutuhan. Diawali dari lingkaran keluarga dekat,
kerabat hingga ke masyarakat umum. Artinya instrument tersebut rigid dan
disesuaikan dengan alur distribusi ke masing-masing obyeknya dengan apik.
Sehingga peluang dari kesesuaian implementasi ekonomi
Islam di Indonesia yang berwajah ekonomi kerakyatan adalah pada poin operasional
distribusi harta, instrument distribusi maupun akad-akad muamalah dalam ekonomi
Islam yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan humanis. Khususnya akad transaksi
yang berbasis perkongsian sesuai kebutuhan pada ekonomi kerakyatan.
[1] Mahasiswa program S3 Ilmu
Ekonomi Islam Universitas
Airlangga Surabaya angkatan 2019, dan Dosen Prodi Perbankan Syariah FAI UMSurabaya.
Komentar
Posting Komentar