Langsung ke konten utama

perempuan dan surabaya (tulisan lama)


Perempuan dan Surabaya

Perempuan merupakan salah satu makhluk Allah SWT yang mempunyai ciri, tugas dan peranan serta anomali lain yang menyebabkan perempuan ingin dimengerti (mengutip syairnya ADA band). Sebagai makhluk sosial perempuan bukan hanya berkarya untuk dirinya sendiri tapi seluruh karyanya diperuntukkan untuk masyarakat.  Dan perempuan memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan pengaruh yang besar dalam kehidupan setiap muslim. Dia menjadi madrasah pertama dalam membangun masyarakat yang berperadaban, tatkala dia berjalan di atas petunjuk Al-Qur’an dan As-sunnah. Karena dengan berpegang keduanya akan menjauhkan dari kesesatan dalam segala hal. Nah, ketika berbaur dan menyalurkan segala daya kemampuan untuk keluarga dan masyarakat inilah, peran seorang perempuan yang menjadi kajian dan perdebatan dari berbagai sudut pandang masing-masing. Terlebih lagi jika melihat fenomena-fenomena terkait perempuan hari ini, mulai pemerkosaan, penculikan, kekerasan, traficking dan peranannya dalam dunia politik. Perempuan sebagai ibu, perempuan sebagai anak, perempuan sebagai remaja, perempuan sebagai mahasiswa, perempuan sebagai karyawan, perempuan sebagai pedagang dan berbagai macam peran lainnya yang akan kita bahas.
Surabaya merupakan kota Metropolis kedua setelah Jakarta. Dari pernyataan tersebut sudah menggambarkan secara umum tentang tata wilayahnya, kondisi pemukiman, kondisi perekonomian, kondisi sosial kemasyarakatan, kondisi pendidikan dan segala aspek kehidupan di dalamnya.  Kota Metropolis yang sudah menganut sistem pasar bebas, dimana akulturasi budaya, bahasa dan pola kehidupan bukan menjadi barang baru di Surabaya, mulai dari suku sunda, jawa dan madura bahkan suku dayak, warga kebangsaan luar negeri misal Madagaskar, Vietnam, India dan sebagainya sudah mulai menjarah kota pahlawan ini. Bahasa daerah harus ditanggalkan agar dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan lancar, dan menjadi bahasa sehari-hari di masyarakat mualai dari anak kecil sampai lansia. Seiring dengan perkembangannya, gedung-gedung bertingkat berupa Mall, perindustrian, pusat perkantoran untuk kalangan ekonomi atas semakin marak digalakkan. Sedangkan pasar-pasar tradisional yang menyimpan sejuta kekhasan makanan desa dan daerah daerah surabaya sudah mulai jarang ditemukan, dan diganti dengan makanan ala Jepang, China, Korea, Amerikan bahkan ala Afrika. Lalu siapakah penikmatnya?kalau kembali pada klausul bahwa masyarakat Indonesia masih digolongkan negara dengan jumlah penduduk miskin yang masih banyak. Praktis dan modern menjadi alasan utama.
Perempuan Surabaya, sekilas tersurat tata kehidupan yang bebas di kota metropolis menunjukkan sebuah fenomena yang harus kita singkap, sehingga kita tahu dan mengerti tentang segala aspek kebutuhan dan tingkah polah dari perempuan di surabaya itu sendiri dan mampu memberikan solusi atas fenomena tersebut. Di kota besar seperti Surabaya ini, kedudukan perempuan bukan hanya dianggap lagi sebagai ”Konco Wigking” atau ”Second Line” yang berarti bahwa perempuan bukan hanya dijadikan sebagai pengikut, sebagai pembantu, sebagai penanggungjawab di dalam rumah dan tidak boleh bekerja di ranah publik, tapi di Surabaya sendiri tugas dan peran perempuan sudah sejajar dengan tugas dan peran laki-laki, hanya saja pembedaan itu masih ada jika kita bersinggungan dengan ranah biologis dan psikologis. Tapi tidak menutup kemungkinan terselip di gang-gang pojok Surabaya juga masih sering ditemui bentuk-bentuk perlakuan melecehkan dan menganiaya terhadap perempuan secara tidak wajar ketika meraka memutuskan untuk berperan layaknya seorang laki-laki. Perannnya dikatakan penting karena banyak beban-beban berat yang harus dihadapinya, bahkan beban-beban yang semestinya dipikul oleh pria.
Ketika realita peran perempuan di Surabaya sudah hampir sejajar dengan peran laki-laki, mulai dari penjual pentol perempuan, kenek bis perempuan, tukang parkir perempuan, petugas kebersihan perempuan, dan sebagainya dengan kata lain kesetaraan gender hampir terpenuhi. Tetapi, dalam waktu yang bersamaan juga semakin banyak penyelewengan dan perlakuan yang tidak seharusnya diterima oleh perempuan tersebut. Mulai dari pelecehan seksual, cara pandang terhadap perempuan, dan penjatuhan harga diri perempuan lainnya. Di sisi lain, perempuan-perempuan tersebut rela dan bersedia melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak dilakukan tiada alasan lain karena tuntuan kebutuhan hidup.
Surabaya, cara pergaulan para remaja pun sudah berbeda dari layaknya pergaulan remaja yang berkiblat pada adat ketimurannya. Dalam adat ketimuran, perempuan yang dikunjungi laki-laki di rumahnya, sedangkan dalam realita pergaulan di surabaya, perempuan yang keluar rumah dan seringnya para remaja/ remaji saling janjian ketemu di suatu tempat. Dan menjadi kebiasaan kencan di mall, kencan di hotel yang notabennya mereka masih berumuran SMA dan SMP. Cara berdandannyapun sudah tidak bisa dibedakan dengan mahasiswa ataupun remaja yang sudah cukup umur. Kehidupan glamour di surabaya sudah semakin bebas dinikmati oleh seluruh kalangan umur tanpa batas.
Dari fenomena tersebut, penulis pernah membaca sebuah artikel dari sebuah harian Surabaya, dengan inti bahwa wanita muda surabaya lebih mudah diajak ML (Making Love) daripada nikah. Hal tersebut tersebut semakin menurunkan harkat martabat seorang perempuan, berdasar ulasan artikel tersebut para wanita muda tersebut bersedia diajak berhubungan di luar nikah dengan syarat si laki-lakinya berkomitmen untuk menakahinya, hal tersebut dilontarkan oleh 7 dari 10 wanita yang diwawancarai, sedangkan 3 wanita dalam kondisi apapun tidak mau diajak hubungan sebelum nikah. Degradasi norma-norma susila dan akhlak yang mewabah di surabaya menjadi tanggungjawab pada masing-masing orangtua dan lembaga pendidikan, karena dari penuturan 6 wanita tersebut, mereka mendapatkan akses situs-situs atau info-info seks tersebut secara terselubung dan tidak dikomunasikan dengan masing-masing orangtuanya sehingga dengan penafsiran dan pola pikir mereka sendirilah yang menjadi acuan setiap tindakan seksualitas mereka. Dan anehnya kita pun sering menyepelekan pendidikan seks pada remaja, padahal hal tersebut sangat penting, terlebih ketika si remaja mulai menginjak dewasa dan mulai mengenal lawan jenis. Segala bentuk tindakan seks bagi penulis adalah suatu awal pelecehan terhadap perempuan dari segi biologis, dan penindasan yang dilakukan oleh kaum laki-laki dengan nafsunya terlepas dari siapa yang memulai.
Di sisi lain ada juga sisi kehidupan surabaya yang di bawah rata-rata ekonominya mencari kesenangan hidupnya dengan cara yang berbeda, hal tersebut dapat kita saksikan di bawah jembatan, di pinggir-pinggir stasiun, di tepi-tepi sungai kota dan di beberapa tempat lainnya. Mereka beranggapan, makan dan makan yang setiap hari harus mereka pikirkan, tanpa tahu apakah tindakan mereka melampaui batas kewajaran dalam ranah gender atau tidak, dan seringnya di lingkungan-lingkungan seperti inilah rawan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap kaum perempuan.
Dalam satu tahun, banyak sekali perayaan hari besar yang diperingati di surabaya, diantaranya Hari Kartini, Hari Ibu, hari Guru dan lainnya dalam rangka mengenang dan mengahargai jasa-jasa perempuan sebagai pahlawan yang melebihi pahlawan siapapun. Dan setiap tahun itu juga banyak dicetuskan tema dan slogan sesuai dengan kondisi saat itu, tapi mampukah merubah dan mengurangi segala bentuk pelecehan terhadap keberadaan perempuan? Hal tersebut perlu menjadi renungan bersama. Perubahan besar diawali dari perubahan-perubahan kecil yang ada di sekeliling kita, diawali dari diri kita sendiri yang harus mengatur sikap dalam menghargai ibu dengan mentaati segala dawuhnya, tidak melakukan perbuatan yang sekiranya membuat menyinggung perasaan ibu dan sebagainya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Offering of Islamic Economic’s Solution for the Indonesian Economy with the Face of a People's Economy

The Offering of Islamic Economic’s Solution for the Indonesian Economy with the Face of a People's Economy Arin Setiyowati [1] Introduction BPS data (March, 2019) shows that in 2019 the poor population in Indonesia reached 25.14 million people (9.41%). The poverty measurement carried out by BPS uses the concept of ability to meet basic needs (basic needs approach). A decrease in the number of poor people from 2018-2019 shows that in absolute terms the poverty rate in Indonesia is still very large and efforts to overcome it are proceeding slowly. So the government is expected to strengthen the people's economy fairly, through a policy approach that is not pro-people, must be changed into pro-people policies, or at least what needs to be developed is a policy that is not against or neutral towards the people's economy so that the distribution of justice is created. Some of the policies launched by the government in order to create fairness of distribution such as t...

Kita tidak butuh Kartini

Perempuan bicara : KITA TIDAK BUTUH KARTINI *Arin Setiyowati Kondisi riil hari ini, bulan April yang identik dengan bulan Kartini hanya sebagai momentus belaka,tanpa ada realisasi nyata tentang pendobrakan perempuan dari jeratan patriakhi baik dimensi mikro maupun dimensi makro (lazimnya disebut ranah domestik maupun publik). Berapa puluh ormas maupun lsm (lembaga swadaya masyarakat) yang mengusahakan pemberdayaan perempuan pun nyatanya belum sepenuhnya berhasil. Malah beberapa hari terakhir marak kasus kekerasan, pemerkosaan bahkan sampai berujung pembunuhan dengan modus mutilasi sebagai tanda dekadensi moral yang lagi-lagi selalu perempuan yang dijadikan obyek. Dalam ranah politik pun sama, beberapa analisis mengatakan kalau kebijakan kuota calon legislatif perempuan 30% pada setiap partai politik nyatanya ‘belum’ sepenuhnya dilakukan perkaderan, pendidikan dan pengikutsertaan politik masif terhadap perempuan, yang ada hanya sekedar pemenuhan kuota dan lagi-lagi perempuan ...

Pengurangan Jam Kerja Perempuan : Upaya Disparitas Gender Dalam Kebijakan Ketenagakerjaan

Arin Setiyowati* Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengusulkan pemotongan jam pekerja perempuan untuk memaksimalkan perlindungan pada anak. Sekretaris Jenderal KPAI Erlinda mengatakan usulan tersebut muncul atas latar belakang meningkatnya perceraian yang berakibat hilangnya hak anak."Kami menyampaikan gagasan itu untuk memberikan kesempatan lebih bagi perempuan mengurus anak-anak mereka," kata Erlinda saat dihubungi CNN Indonesia , Rabu (26/11). Erlinda selanjutnya mengatakan tugas dan kewajiban seorang perempuan beragam mulai dari urusan anak, rumah hingga pekerjaan kantor. Menurutnya, panjangnya jam kerja bagi perempuan membuat anak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendampingan dari orangtua mereka. [1] "Wanita yang aktif sebagai pegawai negeri atau swasta itu porsinya dikurangi karena intinya wanita itu punya kewajiban untuk menyiapkan anak bangsa ke depan. Untuk waktu, beliau (Wapres) (ingin) mengurangi dua jam dalam sehari untuk berkantor,...